Wednesday, June 26, 2013

Mesra Itu 'Aneh'

Ternyata, ada hal-hal yang biasa kita lakukan sehari-hari dengan pasangan (yang sah menurut syari'at) kita, yang kita anggap biasa dan lumrah, standard, mainstream dan apalah, ternyata tidak demikian untuk "sebagian" orang.

Begini, seperti biasa pagi tadi waktu mau berangkat ke kantor, istri tercinta mengantar saya sampai depan rumah atau pintu pagar, kebiasaan standard, biasa, lumrah dan mainstream pasangan suami-istri normal. Sesaat hendak pamit, istri saya melihat ujung kuku jari-jari tangan yang sudah keliatan agak panjang dan 'agak' kotor, kebiasaan istri saya, langsung komplain, protes, melihat kondisi kuku jari tangan yang gak update.
"Iiiyh...Ayah..!!, itu kuku item-item, nanti buat tanda tangan, buat salaman sama tamu, diliat anak buah, malu tauu..." sambil berbalik ke dalam rumah mengambil pemotong kuku.

Selanjutnya, dengan santai dan 'biasa aja', istriku tercintapun mulai memotong dan membersihkan kuku jari-jari tangan saya, santai, di car port depan rumah. Tiba-tiba salah seorang wanita tetangga se-gang lewat dan melihat adegan yang biasa, standard, lumrah dan mainstream menurut kami dan langsung berkomentar sambil senyam-senyum, "iiih Bundaaa...mesra bangeeeet, jadi ngiri niiih...". Saya dan istripun hanya bisa saling pandang melihat dan mendengar komentar tetangga tadi. Entah hanya bercanda atau serius.

"emang kita ngapain....??" itu saja kalimat yang terlontar dari mulut saya sambil melongo ke arah istri saya. Istri saya hanya membalas dengan tersenyum sambil melanjutkan kegiatan "rutin yang biasa aja" itu tadi.

Pemirsaaa....!!, dari kejadian tadi pagi, membuat saya penasaran soal ukuran atau batasan mesra dan "biasa" aja suatu pasangan suami istri bagi setiap orang. Sampe kantor, langsung saya buat survey kecil-kecilan, semacam angket, ke temen-temen di kantor, bahkan ke Mbak Dian yang udah lama resign (via BBM). Dari berbagai latar belakang pendidikan, jenis kelamin, lajang atau yang sudah berkeluarga seperti saya.














Pertanyaannya simpel saja, sambil memperlihatkan koleksi poto di gadget saya dan istri yang "biasa aja" menurut kami, trus meminta komentar mereka. Meluncurlah berbagai komentar, rata-rata positif tapi ada juga yang negatif.

  • Object questioner (wanita, single) #1: "Biasa aja tuh Pak, gak ada yang heboh, kan itu istri bapak, keliatan harmonis dan mesra...asiik tau Pak...hehe"
  •  Object questioner (laki-laki, berkeluarga) #2: "Menurut saya Pak Agung, itu adalah riya'...!",  "looh..koq riya' Pak..?!!, dari sudut pandang apa...??" saya bengong. "Karna Pak Agung memamerkan dengan sengaja ke orang-orang kalo Pak Agung sayang sama istri, mesra sama istri dan memamerkan kebahagiaan keluarga Pak Agung ke orang lain...!". Walau bingung, tapi saya tetep nerima pendapat atau jawaban Object #2, Laah..itu kan pendapat dia tentang saya...yaa bebas aja..suka-suka dia, kan awalnya saya yang nanya...hehehe..
  •  Object questioner (wanita, single) #3: "Itu istri elu kan Pak...??, trus apa masalahnya...??, bagus malah, orang lain bisa nyontoh, bagus...bagus...no probelm".   "Tapi mbak...ada yang nilai bahwa seperti itu tuh norak dan gak pantes...!" timpal saya. "Aaah...itu mah komentar orang sirik, iri, karna dia gak bisa kayak elo, inget yaa Pak, bila ada seorang lelaki yang memasang poto istrinya di jejaring sosial, berarti lelaki itu bangga dengan istrinya, apalagi potonya kayak poto elu itu...sirik doang orang itu maah...wakakakak...!"
** Ditengah-tengah obrolan questioner dengan Object #3 tiba-tiba BB saya bunyi, PLIIIIING....!!, ternyata message dari Object #1 isinya.." Pak, lu nanya sama Pak **** ( Object questioner (laki-laki, berkeluarga) #2) , dia udah lama pisah ama bininya".
Oooooooh......!!!!...pantesan nada jawabannya ber-api-api, sampe bisa berpendapat kalo saya itu riya' memperlihatkan ke orang-orang bagaimana saya "berinteraksi" dengan istri sehari-hari. Subjective menurut saya.


  •  Object questioner (wanita, berkeluarga) #4: "Ah..menurut saya, wajar aja sih Pak, bagus lagiii....aku juga suka masang DP sama PP kayak bapak Koq...sirik aja kalo ada orang yang gak suka, karna dia gak pernah diperlakukan seperti itu oleh pasangannya...", jawabnya.  "iye yee...boro-boro mesra, yang ada malah digamparin sama suaminya...hahaha...!", lanjut saya.
So...ternyata...apa yang kita alami dalam hidup kita, pengalaman kita, kehidupan kita, sangat berpengaruh ketika kita menilai sesuatu. Pengalaman kita mengajari untuk menilai, pengalaman membentuk sudut pandang, latar belakang kita sangat membentuk pola pikir. Negatif atau positif.

Wahai para suami, ada kriteria tentang suami sejati, suami yang baik. Gak harus ganteng, pinter cari duit atau apalah yang semacamnya. 'Aisyah Radhiallahu'anha, salah seorang istri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tercinta berkata, bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya”. [HR At-Thirmidzi dan Ibnu Majah]. Jadi, kalo ahlaq atau perangai suami terhadap istrinya belum baik, walaupun di luar rumah keliatan sholeh, cool, asik, romantis, maka dia bukan dikatakan seorang laki-laki baik.

Tahukan anda wahai para suami, selama hidupnya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam belum pernah sekalipun memukul istrinya. Bahkan beliau mencela ahlak seorang suami yang kerap memukul istrinya setelah itu digaulinya. 'Aisyah Radhiallahu'anha berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Salah seorang dari kalian memukul istrinya dengan pukulan kepada budak, kemudian ia memeluknya (maksudnya, menggaulinya) di siang hari" [Muttafaqun 'Alaih]

Seorang ulama pernah berkata, “Sikap engkau terhadap istrimu hendaknya sebagaimana harapan engkau akan sikap suami putrimu sendiri. Maka sikap bagaimanakah yang kau harapkan dari lelaki tersebut untuk menyikapi putrimu??, apakah engkau ridho jika ia menyikapi putrimu dengan kasar dan kaku?. Jawabannya tentulah tidak. Jika demikian maka janganlah engkau menyikapi putri orang lain dengan sikap yang engkau tidak ridho jika diarahkan kepada putrimu sendiri. Ini merupakah kaidah yang hendaknya diketahui setiap orang….”

Pendeknya, jika kalian, para suami, ingin kelak putrimu diperlakukan baik oleh suaminya, maka perlakukanlah istrimu sebagaimana kamu ingin putrimu diperlakukan oleh suaminya. Apa yang kita lakukan hari ini, kita akan lihat hasilnya di kemudian hari.




Agung Wibowo

 

Tuesday, June 25, 2013

Memilikimu

Saya mencintai sunset, 
menatap kaki langit, ombak berdebum
Tapi saya tidak akan pernah membawa pulang matahari ke rumah, 
kalaupun itu bisa dilakukan, tetap tidak akan saya lakukan

Saya menyukai bulan,
entah itu sabit, purnama, tergantung di langit sana
Tapi saya tidak akan memasukkannya dalam ransel,
kalaupun itu mudah dilakukan, tetap tidak akan saya lakukan

Saya menyayangi serumpun mawar
berbunga warna-warni, mekar semerbak
Tapi saya tidak akan memotongnya, meletakkannya di kamar
tentu bisa dilakukan, apa susahnya, namun tidak akan pernah saya lakukan

Saya mengasihi kunang-kunang
terbang mendesing, kerlap-kerlip, di atas rerumputan gelap
Tapi saya tidak akan menangkapnya, dibotolkan, menjadi penghias di meja makan
tentu masuk akal dilakukan, pakai perangkap, namun tidak akan pernah saya lakukan

Ada banyak sekali jenis cinta di dunia ini
Yang jika kita cinta, bukan lantas harus memiliki

Ada banyak sekali jenis suka, kasih dan sayang di dunia ini
Yang jika memang demikian, tidak harus dibawa pulang

Egois sekali, Kawan, jika tetap kau lakukan.
Lihatlah, tiada lagi sunset tanpa matahari
Tiada lagi indah langit tanpa purnama
Juga taman tanpa mawar merekah
Ataupun temaram malam tanpa kunang-kunang

Ada banyak sekali jenis cinta di dunia ini
Yang jika sungguh cinta, kita akan membiarkannya
Seperti apa adanya
Hanya menyimpan perasaan itu dalam hati

Selalu begitu, hingga akhir nanti.

Tere Lije

Friday, June 21, 2013

Kisah Nyata: Saat Sujud, Seorang Imam Masjid Mendengar Seruan Putranya Yang Hampir Mati Tenggelam..

Kisah nyata ini diceritakan sendiri oleh pelakunya dan pernah disiarkan oleh Radio Al Qur’an di Makkah al Mukarramah. Kisah ini terjadi pada musim haji dua tahun yang lalu di daerah Syu’aibah, yaitu daerah pesisir pantai laut merah, terletak 110 Km di Selatan Jeddah.
Pemilik kisah ini berkata:
Ayahku adalah seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap kali datang waktu shalat. Beliau membangunkan ku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak.
Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku.
Inilah sekelumit dari kisah hidupku di masa lalu
Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda bersepakat untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang pemuda. Kami sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai. Seperti biasanya kamipun menyembelih kambing dan makan siang. setelah makan siang, kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam dengan tabung oksigen. sesuai aturan, wajib ada satu orang yang tetap tinggal di luar, di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para penyelam itu terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan.
Akupun duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman. Aku duduk seorang diri di dalam kemah, sementara disamping kami juga terdapat sekelompok pemuda yang lain. Saat datang waktu shalat, salah seorang diantara mereka mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai menyiapkan shalat. Aku terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar terhindar dari kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat bersama mereka. Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat menaruh perhatian terhadap shalat berjamaah dengan perhatian yang sangat besar, hingga menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu sendirian.
Aku sangat mahir dalam berenang. Aku berenang hingga merasa kelelahan sementara aku berada di daerah yang dalam. AKu memutuskan untuk tidur diatas punggungku dan membiarkan tubuhku hingga bisa mengapung di atas air. Dan itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba, seakan-akan ada orang yang menarikku ke bawah… aku berusaha untuk naik…..aku berusaha untuk melawan….aku berusaha dengan seluruh cara yang aku ketahui, akan tetapi aku merasa orang yang tadi menarikku dari bawah menuju ke kedalaman laut seakan-akan sekarang berada di atasku dan menenggelamkan kepalaku ke bawah.
Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua orang. Aku seorang diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada lalat. Nafaspun mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku mulai merasakan kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa…aku ingat kepada ayahku, saudara-saudaraku, kerabat-kerabat dan teman-temanku… hingga karyawan di toko pun aku mengingatnya. Setiap orang yang pernah lewat dalam kehidupanku terlintas dalam ingatanku…semuanya pada detik-detik yang terbatas…kemudian setelah itu, aku ingat diriku sendiri..!.!!
Mulailah aku bertanya kepada diriku sendiri…apa engkau shalat? Tidak. Apa engkau puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji? Tidak. Apa engkau bershadaqah? Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju Rabbmu, engkau akan terbebas dan berpisah dari kehidupan dunia, berpisah dari teman-temanmu, maka bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu? Tiba-tiba aku mendengar suara ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata: “Bangun dan shalatlah.” Suara itupun terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam mulutku.
Aku berteriak….berteriak…tapi tidak ada yang menjawab. Aku merasakan asinnya air di dalam tubuhku, mulailah nafas terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku berusaha untuk mengucapkan syahadat….kuucapkan Asyhadu…Asyhadu…aku tidak mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang tenggorokanku dan menghalangiku dari mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah dalam perjalanan keluar dari tubuhku.
Akupun berhenti bergerak…inilah akhir dari ingatanku. Aku terbangun sementara kau berada di dalam kemah…dan di sisiku ada seorang tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan bersamanya para pemuda yang tadi mempersiapkan diri untuk shalat.
Saat aku terbangun, tentara itu berkata:”Segala puji bagi Allah atas keselamatan ini.” Kemudian dia langsung beranjak pergi dari tempat kami. Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka tidak mengetahuinya, dia datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera pergi sebagaimana engkau lihat, kata mereka.
Akupun bertanya kepada mereka: “Bagaimana kalian melihatku di air?” Mereka menjawab,”Sementara kami di tepi pantai, kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut hadir dan mengeluarkanmu dari laut.” Perlu diketahui bahwa jarak terdekat denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami, sementara jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa tenggelam tadi berlangsung dalam beberapa menit.
Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku? Demi Rabb yang telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat teman-temanku berada dalam penyelaman di laut. Ketika aku bersama para pemuda yang menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata ayah yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan sekarang dia menelepon?
Aku menjawab….beliau menanyai keadaanku, apakah aku dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali. Tentu saja aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin shalat. Maka aku berdiri dan shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua rakaat itu aku habiskan selama dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya.
Aku menunggu kawan-kawanku hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin pulang duluan. Akupun sampai di rumah dan ayahku ada di sana. Pertama kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di hadapanku dan berkata: “Kemari, aku merindukanmu!” Akupun mengikutinya, kemudian beliau bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku mengatakan kepada beliau tentang apa yang telah terjadi padaku di waktu Ashar tadi. Akupun terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu berkata-kata.
Aku merasa beliau sudah tahu. Beliau mengulangi pertanyaannya dua kali. Akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi padaku. Kemudian beliau berkata:”Demi Allah, sesungguhnya aku tadi mendengarmu memanggilku, sementara aku dalam keadaan sujud kedua pada akhir shalat Ashar, seakan-akan engkau berada dalam sebuah musibah. Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan yang menyayat-nyayat hatiku. Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa menguasai diriku hingga aku berdo’a untukmu dengan sekeras-kerasnya sementara manuisa mendengar do’aku.
Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan ada seseorang yang menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku segera keluar dari masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku merasa tenang bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai anakku, engkau teledor terhadap shalat. Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal bagimu, dan engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah keadaanmu dalam beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah yang Dia perbuat terhadapmu.
Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan umur baru bagimu. Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari peristiwa tersebut adalah karena Rahmat Allah Ta’ala kemudian karena do’a ayah untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari sentuhan-sentuhan kematian. Allah Ta’ala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun kuta dan perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang paling lemah di hadapan keperkasaan dan keagungan Allah Ta’ala.
Maka semenjak hari itu, shalat tidak pernah luput dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para pemuda, wajib atas kalian taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua.
Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, terimalah taubat kami dan taubat mereka dan rahmatilah mereka dengan rahmat-Mu.
Sumber: Majalah Qiblati Edisi 10 tahun II, Juli 2007 M via http://abuzubair.wordpress.com/

Wednesday, June 19, 2013

Tidak ada Bunda yang sempurna, Nak

Tidak ada Bunda yang sempurna, Nak
Ketika keluarga kita dilingkupi kecemasan, maka Bunda juga gemetar penuh keraguan,
tapi sungguh anakku, demi melihatmu, keraguan itu musnah bagai kabut disiram cahaya matahari pagi,
berganti keyakinan dan keteguhan.

Tidak ada Bunda yang sempurna, Nak
Ketika keluarga kita ditimpa musibah, maka Bunda juga menghela nafas, menangis,
tapi sungguh anakku, demi melihatmu, dia bergegas menyeka ujung matanya, mengusir semua sedih
berganti perasaan riang dan ketulusan.

Tidak ada Bunda yang sempurna, Nak
Ketika keluarga kita dirundung kekurangan, maka Bunda juga tertatih penuh beban.
tapi sungguh anakku, demi melihatmu, dia bergegas berdiri tangguh, berusaha tegar dengan sisa apapun
berganti semangat menyala terus berusaha

Tidak ada Bunda yang sempurna, Nak
Ketika keluarga kita dalam ketakutan, dalam pertengkaran, dalam kegagalan
dalam situasi itu semua, Bunda juga tergugu berharap sandaran dan pertolongan,
tapi sungguh anakku, kau memberikan semua energi tidak terkira itu

Tidak ada Bunda yang sempurna, Nak
Maka kuberitahukan sebuah rahasia kecil ini
Betapa malam-malam, saat kau sudah tertidur nyenyak,
Bunda bersimpuh dengan air mata, berdoa, berjanji,
Akan selalu menjadi Bunda terbaik bagimu.
Walau kita tidak pernah tahu itu.



Dari film "Moga Bunda Disayang Allah"

Tuesday, June 18, 2013

♡♥ Surat Cinta Untukmu yang Jauh Disana ♥♡



Assalamu'alaikum cinta, apa kabar?

Apa kabar dengan setia dan kejujuran?


Cinta..., andai saja aku bisa mengungkap semua kata dan rasa dalam hati yang aku punya ini..., maka seribu lembar kertas pun tak akan cukup untukku menuangkannya. Banyak sekali cinta, banyak yang ingin aku ungkap secara langsung di hadapanmu nanti.

Andai kau tahu, aku hambar tanpa pengisi kasih dan pedulimu padaku, andai saja kau tahu apa yang aku rasakan ini untukmu.


Cinta bukan yang bernama keegoisan rasa,
bukan yang mengucap “ bagaimana?” namun “ aku mengerti...”
bukan “ kamu di mana?” tapi “aku di sini....”
bukan “ aku ingin kamu seperti ini....” akan tetapi “ aku mencintaimu dengan apa adanya dirimu...”

sepinya diriku tanpa kau di sini,
hampanya hatiku karena ku tahu dengan nyata kau tak berada di sampingku,
seringnya kau patahkan aku...., namun aku bukan seorang yang mudah menyerah...
aku bertahan, karena ada kejujuranku... untuk mengasihimu....
luka itu memang sakit cinta, akan tetapi lebih sakit lagi jika aku membohongi diri ini.


Mungkin aku bisa menggunakan dusta putihku, namun selama aku masih bisa menjaga kebaikan dalam jujurku, sungguh... demi Dia yang Maha Menghargai, ku akan berjalan di sini tanpa ada paksa dari siapapun, dan yang ututh adalah hanya ada nurani dan hati yang suci.


Ketika luka – luka telah mengering, Selama itu pula aku haus untuk merindukanmu, pun selama luka itu masih basah dan masih pekat terasa ngilu di ulu hatiku. Cinta, inginnya aku bersamamu, menjaga hati mu, mendampingi mu ketika resah dan gundah melandamu, ahh... cinta akankah kau tahu begitu dalamnya kasihku. Sehingga semua luka dan kecewa itu tak akan mampu mengubahnya, sekalipun pernah kau memintanya untuk aku melakukannya.


Maafkan cinta, maafkan aku, karena aku terlalu jujur pada perasaanku.
Dan semua, semua.... masih tetap utuh pada tempatnya.
Rasa yang bercampur baur, ada duka, ada kecewa, namun ada pula rasa percaya di antara sejuta ragu, ada setitik cahya diantara gelapnya cakrawala.
Ketika smua terhempas karena sia – sia, maka akan ku coba pelajari kesedihan ini, kesakitan ini, dan ku anggap ini sebagai hadiah “besar”-Nya.


Derita ini adalah anugerah dan suatu kehormatan tersendiri bagiku di atasnya dan di bawah kekuasaan-Nya. Jiwa tak akan pernah mengenal arti tegar jika ia hanya datar merasakan perjalanan hidupnya. Hati tak akan pernah mengerti rasa sakit, jika ia selalu bahagia, Maha Suci Tuhan Semesta Alam atas segala rangakaian hidup yang sempurna ini.


Dan cinta...., kau membuatku banyak belajar dalam sakitnya aku ketika aku terhujam mendekam dalam tebing bebatuan yang tajam. Kau membuatku menjadi orang “ besar” dalam rasa kesyukuranku pada-Nya.

Terima kasih cinta, kau membuat aku menjadi jiwa yang sabar atas segala penantian dan pengertian. Secuil apapun itu harapan adalah tetap menjadi harapan. Dimana ia juga bisa tumbuh dari rasa kecewa, dari rasa luka. Maka biarkanlah ia tumbuh menjadi dewasa dalam matangnya pemahaman.


Mungkin aku akan berdiri di atas rangakain jerami yang selalu ada di depanku ketika aku berjalan, dan tiada lain adalah rasa sabar ketika aku harus membersihkannya , tiada lain dari rasa ikhlas ketika aku merasa lelah untuk merapikannya agar ia tak melukaiku. Namun ketika goresan luka itu ada , tiada lain pula rasa bertahan dan pengupayaan untukku mengobatinya. Dan tiada lain dengan rasa tulus aku melakukannya.


Begitu pula dengan mu cinta...,
jika pun harus ada air mata, maka biarlah ia menjadi teman sedihku untuk menyayangimu...
jika ada rasa sakit mendera, maka biarkanlah ia menjadi teman setiaku dalam bertahan atas segala kejujuranku padamu .


Sungguh aku bersyukur, karena aku mengenalmu cinta, sekalipun aku tak pernah utuh memilikimu, sekalipun utuh yang kau punya tahtanya untukku...
jangan tanyakan tentang kesedihan yang kau pun tahu cinta,
jangan bertanya tentang rasa sakitku, bila kau pun merasakannya...
aku memang manusia biasa, yang tak sempurna, dan kadang salah...
namun rasa kasihku telah mengalahkan rasa sakitku,
rasa asihku mengalahkan egoku …
dan sayangku...., telah mampu mengobati luka – luka itu.


Cinta, kapan aku bisa menyentuhmu?
Dimana aku bisa menemui hangatnya jemarimu mengusap semua peluhku?
Ataupun sebaliknya aku yang mengusap peluh di wajahmu...
Dan aku yang akan membelai lembut bahumu ketika kau goyah di jalan perjuanganmu bersamaku,
agar kau tahu betapa pedulinya aku terhadapmu.


Cinta, dalam sujudku pada-Nya
ku titipkan doa dan pintaku.....
semoga kau senantiasa dalam penjagaan-Nya ketika penjagaanku tak sampai padamu
semoga kau selalu dikasihi dan disayangi -Nya ketika kasih dan sayangku tak mampu melampaui dimana kau berada saat ini.


Ku pinta pada-Nya agar Cinta-Nya selalu ada untukmu, ketika aku tak sanggup lagi mencintai
Ku tegarkan, segala kerapuhan,
kan ku indahkan segala kesedihan...
bahagia mu adalah doa dan harapku....
senyunmu, menjadi suatu cita – cita dimana aku bisa merasakannya itu tulus hanya untukku.


Semoga kan selalu baik adanya , meskipun jalan ini tak sempurna....
ucap terakhirku, ku harap kan terbaca jelas di mata dan hatimu...
aku mengerti...., aku di sini, dan aku mencintaimu apapun adanya kau dengan segala kekuranganmu...
dan biarlah........., biarkanlah tulusku...yang mencintaimu....



copas dari Kupilih Dermaga-Mu tuk pelabuhan cintaku


SUNGGUH ABSURD

Sungguh absurd kan....ada seorang ayah setengah mati memerintahkan anak lelakinya untuk mengerjakan sholat, sementara sang anak tidak sekalipun melihat ayahnya sholat...

Sungguh absurd kan...bila seorang bapak mengharapkan mempunyai anak sholeh sedang dia tega tak henti-hentinya bermaksiat di depan anaknya...

Sungguh absurd kan...bila seorang ibu kagum melihat seorang gadis kecil melintas, anggun dan cantik dengan jilbab yang menutupi sekujur tubuhnya. Dan sambil menasehati anak gadisnya, "kenapa kamu gak pake jilbab kayak dia..?". Padahal sang ibu berpakaian tapi layaknya telanjang, ketat melekat bak penyanyi dangdut acara sunat....

Sungguh absurd kan, bila ada orang tua perokok, bermimpi besok anaknya kelak tidak menjadi perokok seperti mereka, menghambur-hamburkan harta dan merusak jasadnya sendiri...

Sungguh absurd kan...bila kita sebagai orang tua berharap mempunyai anak-anak yang tidak mengikuti atau mencontoh keburukan-keburukan yang kita lakukan sehari-hari, tetapi kita justru mempertontonkannya dengan gamblang dan lantang di depan anak-anak kita, buah hati kita, setiap saat....dan selalu berharap bila mereka kelak sudah menjadi orang tua seperti kta, tidak akan mempunyai mental dan sikap seperti kita.

Sungguh absurd kan....kita berbicara ribuan kata bahwa kita mencintai dan menyayangi anak-anak kita, tapi kita justru merusak masa depan mereka dengan memberi contoh keburukan-keburukan kita di depan mereka. Cinta gak sekedar kata-kata, cinta butuh bukti nyata.

Berharap keajaiban terjadi, anak-anak kita menjadi manusia-manusia mulia tanpa pernah kita berusaha memuliakan mereka adalah gila....!!!

Moga Bunda Disayang Allah

Bunda, 
Kami merasa itu marah-marah. Ternyata itu sungguh kasih sayang.
Karena jelas, orang2 yang sebenarnya tidak menyayangi kami,
tidak akan marah-marah saat kami akan melakukan sesuatu yang buruk bagi kami.

Bunda,
Kami merasa itu cerewet. Ternyata itu sungguh kepedulian
Karena jelas, orang2 yang sebenarnya tidak peduli pada kami,
akan diam saja saat kami akan merusak diri sendiri.

Bunda,
Kami merasa itu banyak peraturan. Ternyata itu sungguh kebebasan
Karena jelas, orang2 yang memuja kebebasan,
malah menggoda kami untuk melewati batasnya.

Bunda,
Saat semua itu sudah terjadi, saat orang lain pergi, tidak peduli, tertawa dengan mainan barunya,
maka hanya Bunda yang tetap menunggu
Sungguh terlalu banyak salah-paham yang kami lewati
Maka semoga kami tidak terlambat untuk menyadarinya, dan
senantiasa berdoa: Moga Bunda Disayang Allah

"Moga Bunda Disayang Allah"

Monday, June 17, 2013

Terlalu nge-Judge

Teman saya, kita sebut saja namanya adalah Bambang, sebenarnya baik. Hanya satu masalahnya, terlalu mudah menilai orang lain, nge-judge, tanpa dipikirkan dua kali, apakah dia memang pantas melakukannya, apakah itu sopan atau tidak. Apakah dia layak atau tidak melakukannya. Bambang tidak peduli, namanya juga hobi dia.

Nah, pada suatu hari si Bambang yang adalah pegawai di salah-satu perusahaan swasta itu mengunjungi salah seorang seniornya di kantor, tidak terlalu dekat memang, tapi karena si senior ini termasuk atasan penting, juga dikenal baik, maka berangkatlah si Bambang bersama teman2 sekantornya untuk ikut berbelasungkawa. Si senior ini lagi kena kemalangan, rumahnya dirampok orang, istri dan anak2nya yang diikat semalam trauma. Harta benda hilang, mobil dibawa pergi. Ada banyak orang yg berkunjung, bilang simpati, termasuk petugas yang sibuk bekerja. Saat giliran teman2 kantor bertemu, bilang ikut sedih atas kejadian tersebut, maka si Bambang seperti biasa, cepat sekali menilai orang lain, dia menjabat tangan seniornya, kemudian berkata mantap, "Semoga ada hikmahnya ya, Mas. Mungkin ini agar Mas lain kali lebih banyak sedekah, berinfaq. Tidak kikir dengan orang2 yang membutuhkan." Santai sekali si Bambang ini berkata, saking santainya, dia tidak tahu kalau teman2 lain yang tahu persis justeru menahan nafas. Syukurlah seniornya hanya mengangguk, tersenyum tipis. Tidak tersinggung.

Sepulang dari rumah si senior, dalam perjalanan kembali ke kantor, salah-satu teman kerja Bambang berkata pelan, "Eh, Mbang, bulan lalu pas anak ente masuk rumah sakit kan biayanya melebihi tanggungan perusahaan kan ya?" Bambang nyengir, ngangguk, "Iya tuh. Gue harus bayar hampir xx juta, ngabisin tabungan. Gue udah pusing sekali, cari duitnya, syukur ada orang yang mau bantu." Teman kerjanya kemudian menatap Bambang lamat2, "Lu tahu nggak siapa yang bantu?" Bambang menggeleng--karena dia memang tidak tahu, tiba2 tagihan rumah sakit sudah lunas. Dan teman si Bambang berkata prihatin, "Yang bantu lu itu senior kita tadi. Yang lu bilang agar lebih banyak sedekah, berinfaq. Tidak kikir. Dialah yang ngelunasin tagihan rumah sakit anak lu."

Di dunia ini, adalah tabiat kita mudah sekali menilai, nge-judge orang lain. Dan sayangnya, kita bahkan langsung dengan telak menuduh orang lain persis di hadapan banyak orang. Si Bambang ringan tangan sekali nge-judge orang lain jangan kikir. Atau dalam kasus lain, orang2 ringan sekali bilang "Makanya dong jadi orang yang sabar, coba tiru Rasul Allah, sabar banget, kan.", tega sekali membawa2 pembanding yang tidak ada bandingannya, padahal kita sama sekali tidak tahu seberapa besar dia sudah mencoba bersabar. Atau "Anda ini sepertinya memang tidak mau mendengarkan orang lain, ya. Tidak demokratis." Padahal kita tidak tahu sama sekali orang yang kita nilai tersebut bahkan bisa masuk dalam daftar 1.000 orang paling mendengarkan yang pernah ada.

Nge-judge sana, nge-judge sini. Bahkan saat kita tidak kenal dengannya, baru pertama kali berinteraksi, tumpah ruah kalimat2 menilai orang lain. Lupa kalau orang yang kita ajak bicara lebih tua, lebih banyak makan asam garam kehidupan. Lupa kalau orang yang kita judge lebih tahu. Pun termasuk di dunia maya ini, berserakan kebiasaan buruk tersebut.

 Maka, my dear... jangan jadi si Bambang. Saya ingat sekali nasehat orang tua, sbb: Bahwa orang2 yang sibuk menilai orang lain, maka dia akan lupa untuk mulai bersegera menilai diri sendiri. Orang2 yang sibuk nge-judge orang lain, maka dia akan lupa, kelak pada hari penghabisan, dirinyalah yang akan di-judge setiap jengkalnya.

Mungkin baik sekali direfleksikan, dipikirkan.

**Tere Lije

Tergantung Oleh Rokok...??

Salah satu argumen perokok dan pembela perokok adalah: industri rokok memberikan triliunan cukai ke negara. Ada ratusan ribu orang yang tergantung nafkahnya dari rokok.

My dear anggota page, dalam hal-hal prinsip kebenaran, kita tidak pernah memakai argumen untung rugi materi. Ya ampun, kalau kalian hanya memikirkan itu, kenapa kita tidak sepakat legalkan saja bisnis judi dan prostitusi di negeri ini? Return of investmentnya lebih gila, margin keuntungannya berlipat, uangnya lebih dahsyat dibanding rokok, dan kita bisa kasih jutaan orang lowongan pekerjaan.

Atau, hei, kita legalkan ganja, heroin, itu sungguh bisnis menjanjikan, tanami satu provinsi dengan ganja, negeri ini bisa lebih makmur dibanding negeri manapun. Dan kita butuh jutaan tenaga kerja dalam proyek mega rakasasa tersebut. 

Tetapi apakah kita mau menukar dengan kerusakan yang lebih besar? Kerusakan yg datang dari industri merokok itu besar sekali, terlepas dari apakah orang2 mau melihatnya atau tidak.

Copas dari Bang Darwis Tere Lije

Sunday, June 16, 2013

KETIKA LELAKI MENANGIS

Beginilah cara laki-laki menangis, . Terlihat diam dan
tenang, sesekali air matanya keluar dari matanya. Pandangannya
kosong namun seperti ingin mengatakan sesuatu.

Tidak selama
wanita saat menangis, hanya beberapa menit, bahkan beberapa
detik. Diam dalam sendirinya, Seolah-olah tangis itu milik dia
seorang.

Tidak ada yang lain.. Setelah puas di detik-detiknya,dia
kembali lagi beraktifitas seperti biasa.. Seperti tidak pernah terjadi
apa-apa..

Perempuan berpikir dengan perasaannya, laki-laki berpikir dengan
logikanya. Inilah mengapa perempuan lebih sensitif dibandingkan
dengan laki-laki.

Tapi, menangis selalu berasal dari perasaan. Teman.. ketika laki-laki
menangis.. bukan sebutan cengeng atau kurang jantanlah yang
harus dilontarkan padanya. Tapi lihatlah betapa sangat beratnya dia
menahan deritanya, sehingga dia perlu mengeluarkan air matanya
yang berharga itu..

Dia tidak perlu orang mendekatinya, dia tidak perlu orang untuk
menghiburnya. Yang dia perlukan hanya beberapa menit/detiknya
untuk ketenangan batin.

~Fsi al-kautsar Sunnah~