Gak terasa, sekarang Si Sulung sudah kelas 4 SD, dan sebentar lagi, dengan izin Allah, Kakak akan naik ke level 5. Seperti baru kemarin Kakak terlahir, aku gendong, memandikan sebelum berangkat ke kantor atau sesekali sepulang ngantor, atau kapan saja ada kesempatan, tanpa canggung walau terbilang masih bayi merah. Memakaikan pakaian, menyisir rambutnya yang dibiarkan panjang tergerai sampai saat ini. Betul-betul moment-moment tak terlupakan. Indah dan mengharukan. Kadang timbul kerinduan untuk sekali saja dapat kembali menggendong Si Sulung, rindu saat di mana dia 'sepenuhnya' masih dalam rengkuhanku. Tapi kayaknya gak mungkin. Waktu gak bisa diputar kembali. Saya sudah puas melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang ayah terhadapa anaknya dari buaian hingga kanak-kanak. Paling tidak menurut saya.




Seiring tumbuh dewasanya anakku, dimulailah jenjang dalam kehidupannya untuk memasuki dunia pendidikan formal. Dimulai dari sebuah taman-kanak-kanak berbasis agama di Jl. Merdeka Depok. Yang cukup bagus menurut ukuran kami. Aku perhatikan pertumbuhan dan perkembangan mental dan jasmani Si Sulung, mungkin menurut sebagian orang, anakku dianggap "gak bisa diem", tidak pernah aku dan istriku melihat anakku duduk diam memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru-gurunya. Lebih tertarik untuk berkeliling ruangan memperhatikan seluruh benda atau hal yang menarik perhatiannya. Berkali-kali bahkan sering aku dan istri mendengar gurunya memanggil Si Sulung untuk kembali ke kelompok, duduk diam dan memperhatikan. Aku dan istri mulai 'cemas' atas prilaku anak pertamaku ini. Karna dia jarang sekali memperhatikan, dan mendengarkan do'a-do'a, lagu dan sebagainya yang diajarkan oleh gurunya. Tapi yang membuat kami heran adalah, ketika di rumah, dia bisa mengulang seluruh pelajaran yang diberikan di sekolah. berteriak-teriak membaca do'a, hafalan surat Al-Qur'an atau penggalan hadist.
Bagaimana mungkin???, demikian pertanyaan kami. Tibalah saat pembagian rapor, dan informasi dari Bu Guru cukup membuat kami mengernyitkan dahi dan bengong. Kinestetik. Yaa..kinestetik, demikian penjelasan dari kedua guru Kakak. Bahwa anakku Najwa Karina Wibowo mempunyai kecenderungan kecerdasan kinestetik. Kinestetik adalah keistimewaan pada orang-orang tertentu
yang lebih cepat memahami ilmu atau pelajaran dengan aktifitas dibanding
membaca dan menghafal. Misalnya saja mempelajari proses turunnya hujan. Bagi anak
kinestetik, jangan disuruh menghafal kalimat demi kalimat. Tapi, dengan memberi
contoh melalui gerakan-gerakan tangan pasti cepat dicerna. Subhanallah...!!!.
Itulah jawaban pertanyaan kami selama ini. mengapa Kakak tidak betah belajar dengan cara konvensional, duduk, diam, tenang mendengarkan dan melihat papan tulis. Tetapi sanggup duduk berjam-jam di depan komputer bermain pelajaran interaktif melalui software mata pelajaran kurikulum interaktif.
Bagaimanapun, hal ini bukan perkara besar, karena seiring
perkembangan usia biasanya anak kinestetik bisa lebih tenang. Setelah browsing sana-sini dan berkonsultasi dengan psikolog anak kamipun mendapat penjelasan, apasih kinestetik itu.
Kinestetik bukanlah gangguan atau
kekurangan dari seseorang melainkan salah satu cara kemampuan mengekpresikan
diri. Dan pada anak kinestetik, level kecerdasannya berbeda-beda. Ada yang lebih dominan, tapi ada juga yang
kecerdasan fisiknya tidak unggul dibandingkan kecerdasan lain.
Area kecerdasan kinestetik terletak pada cerebellum dan
thalamus, ganglion utama dan bagian otak yang lain. Korteks motor otak
mengendalikan gerakan tubuh. Orang-orang dengan kecerdasan ini menunjukkan
keterampilan menggunakan jari atau motorik halus.
www.funderstanding.com
Pada beberapa kasus, anak-anak kinestetik gemar mengulik
sesuatu yang disukainya. Bila ini terjadi, maka tak perlu menerima penjelasan
orang lain atau membaca manual, maka ia bisa menemukannya sendiri. (ini Kakak banget hehe...). Dan menakjubkannya, anakku lebih menguasai MS Office ketimbang bundanya, tanpa aku atau istriku pernah ajari sebelumnya. Suatu saat karna penasaran kami berdua pernah bertanya kepada Kakak, apakah semua pengetahuan tentang software MS Office Kakak dapat dari sekolah (salah satu kurikulum di sekolah anakku adalah komputer). Dengan enteng anakku menjawab, "Nggak, aku belajar sendiri...".
Bagi orang tua yang memiliki anak kinestetik, mungkin bisa
mengikuti tips di bawah ini agar kecerdasan kinestetis anak terus terasah.
1. Libatkan anak
dalam kegiatan menarik, drama, olahraga.
2. Sediakan beragam permainan kreatif -lilin malam, tanah
liat, blok-- untuk percobaannya.
3. Berjalan, melompat mendaki, main boling, tenis, atau
bersepeda bersama.
4. Nikmati aktivitas di luar seperti permainan seluncur,
ayunan, dan lainnya.
5. Berikan tugas seperti menyapu, menata meja makan,
mengosongkan tempat sampah, membantu memasak, dan berkebun.
6. Libatkan dalam permainan fisik yang bersifat sosial
seperti petak umpet, menebak kata dari gerakan tubuh.
7. Bermain menggunakan tubuh untuk mengekspresikan emosi
seperti melompat-lompat bila gembira, mengerutkan kening bila marah, dan
sebagainya.
Tanpa ada kesepakatan sebelumnya antara aku dan istri tercinta, entah kenapa kami berdua koq kompak, kami lebih concern ke masalah atau aktifitas ibadah anakku Najwa, Kami hanya mengingatkan dia untuk belajar tanpa pernah kami memaksa (apalagi dengan tindakan represive..hehehe), itupun bila mendekati UTS atau UAS, atau bila memasuki minggu ulangan harian di sekolah. Dan biasanya, Kakak hanya mampu bertahan 5 menit untuk membaca buku pelajaran, selanjutnya, seperti biasa, bosan. Bahu-membahu antara aku dan istri memerintahkan dan mengingatkan Kakak untuk bersegera mengerjakan sholat 5 waktu dan membaca dan menghafal Qur'an. Karna menurut kami, itulah yang lebih penting, bekal hidup dia kelak, dunia dan akhirat.
Akhirnya, aku dan istri kembali bersyukur tiada henti telah dikaruniai anak gadis yang cantik dengan karakter uniknya. Semoga setelah dewasa kelak, Allah Sang Penggenggam Jiwa menjadikan anak gadisku menjadi wanita sholehah dan bermanfaat buat orang-orang sekelilingnya. Aamiin.